Permainan mutakhir atas nasib Palestina Israel menyerang jalur Gaza pada rabu 16 November 2012. Diantara sekian kemungkinan motiv, sanggat mugkin target serangan ini adalah genjacatn senjata jangka panjang dengan Hamas (Palestina) untuk mengamankan front selatan (front Palestina), sebab israel harus segera bersiap untuk front utara (Suria). Menurut PM Israel Benjamin Netanyahu, Negaranya menghadapi tantangan baru di Suria karena adanya kekuatan jihad global yang lebih memusuhi Israel. "Rezim Suria hancur ke tangan baru. Unsur - Unsur lebih ekstrim memusuhi Israel telah berakar di Suria. Dan Kami siap menghadapinya " ucapnya (aljazeera.net/news).
Untuk mengamankan front selatan, maka harus dikat perjanjian genjatan senjata jangka panjang dengan Hamas. Karenanya serangan yang dilakukan lalu dimediasi oleh mediator yang bisa menekan atau membujuk Hamas. Yang paling tepat adalah mesir dengan presiden Mursi yang sangat dekat dengan Hamas. Di situlah bisa dipahami pertemuan cepat direktur intelijen umum mesir utusan presiden Mursi dengan Khalid Meshal dari Hamas.
Hasilnya, gencatan senjata antara Israel dan Hamas terjadi pada Rabu malan, 21 November 2012 dan diumumkan oleh Menlu Mesir Kamel Amr bersama Menlu AS Hillary Clinton. Clinton mengatakan, " Sekarang kita harus fokus unutk mencapai hasil yang tahan lama, yang mempromosikan stabilitas regional dan kemajuan keamanan, martabat dan aspirasi sah Palestina dan Israel"(BBC.co.uk). sejalan dengan itu, PM Israel Benjamin Netanyahu sepakat untuk melanjutkan genjatan senjata. Namun ia tetap menegaskan bahwa pihaknya menginginkan kesepakatan yang lebih tegas untuk kepentingan jangka panjang. cepatnya Israel menerima gencatan senjata menunjukkan bahwa memang itulah target yang diingikan Israel. Di tengah semua itu, presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas mengajukan resolusi peningkatan status Palestina unutk menjadi anggota PBB pada tanggal 29 November ke majelis Umum PBB. Hasil pemungutan suara di Majelis Umum PBB pada hari Kmais, dari 193 negara anggota PBB, 138 negara anggota menyetujui peningkatan status Palestina yang terdiri dari wilayah tepi Barat dan Jalur Gaza diakui sebagai negara. Segera saja hal itu dianggap sebagai kemenangan palestina.
Kesan kemenangan itu dikuatkan dengan serangan Israel yang dikatakan untuk menjegal resolusi itu. Juga diperkuat oleh penolakan AS lah yang ada di balik persetujuan itu. Hal itu sudah diisyaratkan oleh Clinton saat keterangan pers gencatan senjata Israel-Hamas. Tampak Penolakan AS itu tidak sungguh-sungguh seandainya tidak, pasti AS sudah memveto resolusi itu mengerakan pihak lain untuk menolaknya. Penolakan AS itu hanya drama untuk menguatkan kesan Heroik Abbas bahwa dia terus mengajukan resolusi meski AS tak setuju.
Yang didapatkan oleh Palestina hanyalah pengakuan di atas ketas sebagai negara. Dan itu hanya Gaza dan tepi barat yang luas hanya sekitar 20% dari luas Palestina. Pengakuan resolusi itu pada hakikatnya justrul merupakan pengakuan atas kedaulatan Israel, penyerahan 80% wilayah Palestina yang diduduki tahun 40 kepada penjajah Israel, dan menegaskan penerimaan solusi penjajahan Palestina dengan solusi dua negara,yaitu satu negara palestina penjajah, menguasai 80% dari Palestina dan satu mirip negara Palestina, terdiri dari sekitar 20% saja dari wilayah Palestina yaitu Jalur Gaza dan Tepi Barat yang terus tersandera. Maka pantaskah gencatan senjata dan keluarnaya resolusi itu dianggap sebagai kemenangan yang harus dirayakan dengan pesta ?
0 komentar:
Posting Komentar